friends

Kamis, 04 November 2010

  **COWOK IDAMAN**
 
 
Vina senang sekali Arif datang ke rumahnya. Cowok yang sudah lama ditaksirnya itu datang untuk mengerjakan tugas kelompok dari guru Bahasa Indonesia mereka. Tentu saja Arif tidak datang sendiri, tapi bersama-sama teman sekelas lainnya. Walau begitu Vina tetap senang, paling tidak cowok keren itu kini tahu alamat rumahnya.
Setalah dua jam lebih membuat tugas naskah drama, Vina dan teman-temannya bersantai di teras depan. Vina memberi teman-temannya itu kue-kue kering dan sirup dingin.

“Wah, nggak usah repot-repot Vin,” kata Andi. Tapi ketika ia berkata itu tangannya sudah menyerobot mengambil segelas sirup dan langsung meminumnya hingga tingal separuh.
“Iya Vin, nggak usah repot-repot.... keluarkan saja semuanya,” sahut Boni menyambung canda temannya. Ia pun mengambil segelas sirup.

“Ah, kalian ini bikin malu saja,” gerutu Neni melihat tingkah keduanya.
Vina tidak menanggapi kelakar dua badut kelas mereka itu. Ia malah memperhatikan Arif yang dari tadi diam saja. Cowok ini memang tidak banyak bicara, kesan cool begitu. Inilah yang membuat banyak cewek yang naksir, termasuk Vina.


“Ayo Rif, diminum,” kata Vina menyodorkan segelas sirup pada Arif.
“Wah, cuma Arif aja nih yang ditawarin minum,” goda Andi.
“Kalo kamu kan nggak perlu ditawarin udah langsung ambil sendiri, Ndi,” sahut Vina sewot.
“Maklum deh Vin. Andi kan cemburu tuh,” Boni ikut nimbrung.
Wajah Andi bersemu merah karena kata-kata Boni. Tak terdengar lagi suaranya. Memang selama ini ia diam-diam menaruh hati pada Vina.

Sedang asik kelimanya menikmati kue-kue kering sisa lebaran kemarin dan sirup dingin, seekor kucing gendut keluar dari dalam rumah.
“Sini manis,” pangil Vina melihat hewan peliharaannya datang.
Manis menurut dan berjalan ke arah Vina, lalu tidur di pangkuan tuannya. Vina mengelus-elus kucing kesayangannya itu.

“Gemuk sekali kucingmu Vin,” kata Neni.
“Iya..... mirip....,” sahut Boni sengaja menggantung kata-katanya.
“Kamu ini Bon, suka sekali mengejek Rina gendut. Biar jelek-jelek gitu kan dia teman kita juga,” sambung Andi.
“Jangan nuduh sembarangan dong Ndi. Aku mau bilang mirip Garfield kog,” bantah Boni.
Vina dan Neni tertawa dibuatnya. Arif pun terlihat tersenyum sedikit. Vina yang sempat melihat sekilas langsung terpikat. Tambah keren saja kalau dia tersenyum begitu pikirnya.
“Si Manis gendut begini lagi hamil,” jelas Vina akhirnya.
“Nah, kali ini kamu nggak bisa mungkir lagi Bon. Ayo tanggung jawab,” langsung saja Andi bersuara, takut didahului Boni.

“Enak aja. Masak aku yang bertangungjawab, kamu kan juga terlibat,” balas Boni.
Kembali Vina dan Neni tertawa, kali ini lebih keras. Arif yang tadinya hanya tersenyum, kini ikut tertawa kecil hingga gigi-giginya yang putih terlihat. Duh kerennya, gumam Vina dalam hati.

***

Dua minggu kemudian Arif kembali datang ke rumah Vina. Kali ini cowok itu datang sendiri dan bukan karena ada tugas kelompok. Katanya sih mau meminjam catatan fisika Vina.
Mula-mula Vina heran, karena biasanya teman-teman sekelas selalau meminjam catatan pada Irma, yang rajin mencatat bahan pelajaran. Makanya kemudian dia mulai menduga-duga, jangan-jangan Arif naksir aku ya? Vina jadi ge-er sendiri.

“Ini catatannya Rif,” kata Vina menyerahkan buku tulis yang bersampul pink itu pada Arif. Arif menerimanya dan membolak-balik isinya.
“Bisa kebaca nggak? Maklum tulisan dokter,” canda Vina lagi.
“Kebaca kog, tulisanmu lebih mending daripada tulisanku. Tulisanku malah mirip tulisan dokter hewan, jadi kayak cakar ayam,” sahut Arif.
Vina tertawa mendengar canda Arif. Ternyata kalau hanya berdua saja, cowok ini bisa juga melucu.
“Si Manis mana Vin?”

“Oh, tadi kayaknya lagi tiduran di belakang rumah. Kenapa? Kangen?”
“He... he.... kangen juga dikit. Kapan melahirkannya? Udah tau mau dibawa ke rumah sakit mana?”
“Sekitar dua minggu lagi. Belum tau mau melahirkan di rumah sakit mana. Punya saran nggak? Kamu kan dokter hewan Rif,” Vina membalas canda Arif.
Senang sekali Vina, ternyata Arif tidak ‘sedingin’ yang terlihat selama ini.
“Nanti aku kasih alamat praktekku deh,” jawab Arif dengan tampang sok serius. Vina tertawa dan Arif pun terlihat ceria. Kemudian keduanya terlihat aik ngobrol dan sesekali diiringi suara tawa.

***

Sepuluh hari kemudian Si Manis melahirkan. Ada tiga anaknya. Yang pertama berbulu coklat dan putih mirip ibunya, yang satu lagi hitam dan putih, dan yang terakhir (menurut Vina yang paling imut) bulunya terdiri dari tiga warna yaitu coklat, hitam dan putih.
Keesokan harinya segera saja berita itu diberitahukannya pada Arif.
“Rif, Si Manis sudah melahirkan.”

“Berapa ekor anaknya?” tanya Arif terlihat antusias.
“Tiga ekor, lucu-lucu deh Rif. Imut-imut banget.”
“Kapan aku boleh bezuk, penasaran juga liat anak Si Manis. Mirip Andi atau Boni ya?”
Sore harinya yang telah dijanjikan, Arif datang ke rumah Vina. Kali ini ia membawa sebatang coklat.
“Buat Si Manis,” begitu kata Arif.
“Duh, Si Manis nggak suka coklat Rif.”
“Kalo begitu buat tuan aja deh.”

Vina tertawa sambil menarik Arif ke dalam rumah dan membawanya ke tempat Si Manis dan anak-anaknya berada. Anak-anak kucing itu ternyata lagi menyusu pada induknya.
“Lucu-lucu kan Rif?”

“Iya, imut-imut sekali. Sayang nggak kelihatan wajahnya, jadi nggak kelihatan mirip Andi atau Boni.”
“Ah, kamu ini bercanda melulu,” kata Vina seraya mencubit lengan Arif dengan gemas.
“Duh,” Arif mengaduh dan coba balas mencubit, tapi Vina cepat-cepat menghindar. Keduanya kemudian tertawa, terlihat akrab sekali.

***

Sebulan kemudian. Sehabis magrib, Vina terlihat berdan habis-habisan di kamarnya. Kamar yang bisanya rapi itu kini jadi berantakan, kata orang dulu sih mirip kapal pecah. Pakaian-pakaian yang sudah dicobanya berserakan di lantai dan tempat tidur. Ada apa rupanya?

Oh... oh ternyata ‘pangeran’nya mau datang malam ini. Pangeran? Ya, siapa lagi kalau bukan Arif. Walaupun bukan malam minggu, tapi ini pertama kalinya Arif datang malam hari ke rumah Vina. Biasanya cowok itu selalu datang sore hari. Jadi harus disambut dengan berpenampilan sebaik mungkin, begitu pikir Vina.
Ketika asik berdandan di depan cermin, terdengar bel berbunyi.

Ting .....tong ...... ting ...... tong....
Vina mendengar langkah kaki dan kemudian suara ibunya yang membukakan pintu. Tak lama kemudian pintu kamarnya diketuk.

“Vin, ada temanmu datang,” beritahu ibu dari balik pintu.
“Ya Bu. Sebentar,” sahut Vina dengan suara agak keras.
Sebelum keluar dari kamar, sekali lagi Vina memastikan penampilannya. Setelah yakin sudah sempurna barulah ia membuka pintu dan melangkah ke teras depan. Di sana Arif sudah menunggu. Cowok itu terlihat gagah dengan jaket kulit hitam yang dikenakannya. Di balik jaket itu ia mengenakan kemeja biru, senada dengan warna celana jeans yang dipakainya.
“Hai Rif,” sapa Vina.
“Hai,” sahut Arif.

“Mau kemana Vin, rapi sekali?” tanyanya.
“Ah, nggak kemana-mana,” jawab Vina salah tingkah.
“Sebentar ya, aku ambilkan minuman dulu,” kata Vina lagi untuk menutupi rasa ‘salting’-nya itu.
Sekitar sepuluh menit Vina kembali dengan membawa suguhan. Kali ini agak istimewa, bukan kue kering yang dibawanya melainkan sepotong kue tart dan segelas sirup dingin.
“Wah, siapa yang ulang tahun nih, Vin?”
“Ah, nggak ada. Cuma lagi iseng aja belajar buat kue tart. Cobain deh Rif, mudah-mudahan enak, maklum baru belajar.”

“Hm, enak Vin,” puji Arif setelah mencicipi kue tart buatan Vina.
Vina jadi berbunga-bunga hatinya mendengar pujian sang cowok idaman.
Seperti biasa kalau keduanya bertemu, obrolanpun mengalir begitu saja. Mulai dari kisah-kisah sekolah, gosip selebritis hingga masalah dunia mereka bicarakan. Sampai suatu ketika Arif terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Vin, aku mau ngomong nih sama kamu,” ujar Arif.
Melihat perubahan sikap Arif yang mendadak serius, Vina jadi menduga-duga dalam hati. Mungkinkah malam ini Arif akan ‘menembak’ diriku alias menyatakan cintanya?
“Mau ngomong apa sih Rif. Kayaknya serius banget?”
Arif terdiam sebentar, seperti mencari kata-kata yang tepat.
“Begini Vin, aku mau.....,” kata Arif terputus.
Vina hanya diam saja, tapi dalam hati ia bersorak. Ayo terus Rif, ungkapkan saja isi hatimu. Aku tak akan menolak kalau kamu minta aku jadi pacarmu.
“Aku mau minta sesuatu sama kamu, Vin.”
Minta sesuatu? Vina jadi bertanya-tanya dalam hati. Mungkin maksud Arif mau minta hatiku kali ya?
“Minta apa Rif?” tanya Vina penasaran.
“Begini Vin, dua hari lagi kan ulang tahun adik sepupuku,” jelas Arif.
Lho , kog jadi melenceng soal sepupu Arif? batin Vina.
“Terus kamu mau minta apa Rif?” tanya Vina agak patah semangat.
“Sepupuku itu suka kucing Vin. Jadi aku ....”
“Kamu mau minta anaknya Si Manis ya?” Vina langsung sadar arah pembicaraan Arif.
“Eh, iya Vin. Itupun kalo kamu nggak keberatan.”
“Ya, boleh aja Rif. Apa sih yang nggak boleh buat kamu.”
“Duh. Makasih banget lo Vin. Kamu baik deh.”
“Udah, nggak usah muji-muji segala. Yuk, kita ambil ke belakang,” kata Vina seraya bangkit dari duduknya. Arifpun mengikutinya dari belakang.

Setelah malam itu Vina masih berharap suatu saat Arif akan menyatakan cintanya. Harapannya baru pupus ketika Mita, teman sekelasnya ber-infotaiment ria di kantin sekolah.
“Ternyata Arif sudah punya pacar loh.”
“Siapa Mit?” tanya Ranti yang selama ini juga naksir Arif.
Vina yang ikut mendengar hanya diam saja.

“Tika, teman SMP-ku dulu. Aku baru tau waktu diundang ke pesta ulang tahunnya kemarin,” jelas Mita.
“Eh, kalian tau nggak hadiah yang diberikan Arif buat Tika? Romantis sekali deh,” sambung Mita lagi.
Vina tanpa sadar langsung bersuara, “Anak Kucing!”
Mita kaget dan menatap Vina dengan heran. Kog kamu tau Vin?”
“Ya, tau lah. Aku aku kan masih ada hubungan darah dengan mama Loren,” jawab Vina ngawur sok cuek menyedot es jeruknya hinga habis.

1 komentar: